ipras.blogmaster.chemistry@undip
silahkan koment2 ya...... saya akan selalu terbuka.... hehehehehe
Selasa, 19 Maret 2013
wah lama tak mengisi blog ini
Minggu, 29 Mei 2011
Again! Opportunity in Environment: Japan Young Environmental Leadership Program
Buat kamu yang berminat di bidang lingkungan, setelah kemarin saya posting tentang 4 kesempatan yang bisa kamu ikuti terkait dengan bidang lingkungan, nah ini baru aja dapat info dari teman.. Ada 1 lagi program menarik yang bisa kamu ikuti. Program ini bernama: “Japan Young Environment Leadership Program 2011″ yang diselenggarakan oleh JEEF (Japan Environmental Education Forum). Deadline-nya tanggal 6 Juni 2011. Akan diambil 2 orang dari tiap negara yang diundang (Ada 7 negara yang diundang, jadi akan ada 14 anak muda).
Seperti apa programnya? Silakan disimak penjelasan dibawah ini yang dikutip dari situs resminya: http://www.jeef.or.jp/english/asia.html
Japan Young Environmental Leadership Program
If you are undergraduate / graduate students or young business persons with less than 3 year working experiences who wish to become the future environmental leaders in Asia, apply for “JEEF Young Environmental Leadership Program in Asia. ” In the second year of 2011, we will welcome the participants from 7 countries, namely Indonesia, Singapore, Thailand, the Philippines, Malaysia, Vietnam and Japan. The activities include the participation in the kick-off meeting in Singapore (August, 2011), implementation of the environmental projects in each country and the participation in the 2nd meeting in Singapore to report the result. We look forward to receiving applications from those who are interested in proceeding with their own projects actively and international cooperation in environmental perspectives.
Application Guideline (PDF 40 KB)
Application Form (Word 272 KB)
Schedule & Activities(PDF 49KB)
*You can see the profiles of alumni and the photos from last year’s program on the below website.
http://www.jeef.or.jp/yelp
The program offers participants an opportunity to:
Exchange ideas and conducting collaborative activity with other participants
Gain a strong network of young environmental leaders in Asia
Understand cultural diversity and share solidarity toward solving environmental issues in global scale
We invite students and young business persons who commit environmental activities to apply for the YELP 2011. The
application deadline is June 6, 2011.
Seperti apa jadwalnya?
* May 12 – June 6, 2011
Application
* August 9-13, 2011
1st Meeting of Asian Youth Environmental Leaders in Singapore
* September-December, 2011
Implementation of environmental programs by participants
* February 10-13, 2012
2nd Meeting of Asian Youth Environmental Leaders in Singapore
* February 2012
Publish a project report.
So, ada 5 kesempatan yang bisa kamu pilih untuk ikut terlibat di forum-forum Internasional tentang Lingkungan, Climate Change Issue, dan sejenisnya. Pikirkan matang-matang mana yang akan kamu pilih, kamu bisa ga di tanggal-tanggal tersebut, kamu lebih tertarik di konsep yang mana, dan kamu kira-kira lebih capable di kompetisi yang mana :)
Deadline-nya masih bisa kekejar. Kerahkan seluruh kemampuan kamu untuk mencoba diantara 5 kesempatan tersebut dan raihlah mimpimu! Good luck and all the best for you, Leaders! :)
Buat kamu yang berminat di bidang lingkungan, setelah kemarin saya posting tentang 4 kesempatan yang bisa kamu ikuti terkait dengan bidang lingkungan, nah ini baru aja dapat info dari teman.. Ada 1 lagi program menarik yang bisa kamu ikuti. Program ini bernama: “Japan Young Environment Leadership Program 2011″ yang diselenggarakan oleh JEEF (Japan Environmental Education Forum). Deadline-nya tanggal 6 Juni 2011. Akan diambil 2 orang dari tiap negara yang diundang (Ada 7 negara yang diundang, jadi akan ada 14 anak muda).
Seperti apa programnya? Silakan disimak penjelasan dibawah ini yang dikutip dari situs resminya: http://www.jeef.or.jp/english/asia.html
Japan Young Environmental Leadership Program
If you are undergraduate / graduate students or young business persons with less than 3 year working experiences who wish to become the future environmental leaders in Asia, apply for “JEEF Young Environmental Leadership Program in Asia. ” In the second year of 2011, we will welcome the participants from 7 countries, namely Indonesia, Singapore, Thailand, the Philippines, Malaysia, Vietnam and Japan. The activities include the participation in the kick-off meeting in Singapore (August, 2011), implementation of the environmental projects in each country and the participation in the 2nd meeting in Singapore to report the result. We look forward to receiving applications from those who are interested in proceeding with their own projects actively and international cooperation in environmental perspectives.
Application Guideline (PDF 40 KB)
Application Form (Word 272 KB)
Schedule & Activities(PDF 49KB)
*You can see the profiles of alumni and the photos from last year’s program on the below website.
http://www.jeef.or.jp/yelp
The program offers participants an opportunity to:
Exchange ideas and conducting collaborative activity with other participants
Gain a strong network of young environmental leaders in Asia
Understand cultural diversity and share solidarity toward solving environmental issues in global scale
We invite students and young business persons who commit environmental activities to apply for the YELP 2011. The
application deadline is June 6, 2011.
Seperti apa jadwalnya?
* May 12 – June 6, 2011
Application
* August 9-13, 2011
1st Meeting of Asian Youth Environmental Leaders in Singapore
* September-December, 2011
Implementation of environmental programs by participants
* February 10-13, 2012
2nd Meeting of Asian Youth Environmental Leaders in Singapore
* February 2012
Publish a project report.
So, ada 5 kesempatan yang bisa kamu pilih untuk ikut terlibat di forum-forum Internasional tentang Lingkungan, Climate Change Issue, dan sejenisnya. Pikirkan matang-matang mana yang akan kamu pilih, kamu bisa ga di tanggal-tanggal tersebut, kamu lebih tertarik di konsep yang mana, dan kamu kira-kira lebih capable di kompetisi yang mana :)
Deadline-nya masih bisa kekejar. Kerahkan seluruh kemampuan kamu untuk mencoba diantara 5 kesempatan tersebut dan raihlah mimpimu! Good luck and all the best for you, Leaders! :)
Selasa, 12 Oktober 2010
tugas kimia obat tradisional
JUDUL
Bambang Cahyono, Citra Agustina Isnaning, Khairul Anam, Meiny Suzery
Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia MIPA, Universitas Diponegoro. Jl. Prof Sudharto,
Tembalang Semarang 50275 (email: bambang_cahyono@undip.ac.id)
Abstrak
Latar Belakang………..
Tujuan Penelitian. ………….
Metodologi. ………
Hasil dan Pembahasan.
Kesimpulan.
Abstract
Kata kunci …………………………
Pendahuluan
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menetralkan radikal bebas di dalam tubuh manusia. Enzim-enzim seperti superoksida dismutase (SOD), gluthatione dan katalase merupakan antioksidan alami yang terdapat pada tubuh manusia (Prakash, 2001). Pertumbuhan radikal bebas atau spesi reaktif yang melebihi kapasitas antioksidan di dalam tubuh akan meningkatkan resiko timbulnya berbagai penyakit regeneratif seperti kanker, jantung, katarak, penuaan dini dan lain-lain. Oleh karena itu, selain mengandalkan antioksidan dari dalam tubuh, manusia juga membutuhkan antioksidan dari luar tubuh untuk mencapai keseimbangan. Sumber-sumber antioksidan dapat berasal dari bahan yang diperoleh dari laut (Hanani, dkk., 2005) dan tanaman yang tumbuh di darat (Ramamoorty dan Bono, 2007).
Salah satu contoh tanaman yang diduga memiliki aktivitas antioksidan cukup tinggi adalah kemloko (Phyllanthus emblica L.). Tumbuhan ini merupakan bahan yang sering digunakan oleh masyarakat sebagai obat tradisional. Di India, tanaman ini telah digunakan untuk mengobati penyakit kanker, diabetes, hati (liver), gangguan jantung dan anemia (Khan, 2009). Aktivitas biologis tersebut diduga disebabkan oleh adanya senyawa-senyawa bioaktif dari metabolit sekunder yang terkandung di dalamnya, khususnya senyawa dari golongan fenolik dan flavonoid.
Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Liu dkk. (2008), buah kemloko mengandung senyawa-senyawa fenolik, seperti geraniin, quercetin 3-β-D-glukopiranosida, kaempferol 3-β-D-glukosapiranosida, isokorilagin, quercetin, dan kaempferol. Selain itu, tanaman ini juga mengandung senyawa asam galat, asam ellagat, 1-O-galloyl-beta-D-glukosa, asam-3-etilgalat dan corilagin (Zhang dkk., 2003). Senyawa apeganin dan asam askorbat juga pernah ditemukan dalam tanaman kemloko (El-Desouky dkk., 2008; Khurdiya dan Jain, 2004). Gugus hidroksil yang bersifat asam pada senyawa-senyawa fenolik tersebut diduga sangat berperan dalam reaksi oksidasi-reduksi yang terjadi di dalam tubuh (Huang, 2005).
Penelitian yang berhubungan dengan analisis kandungan senyawa fenolik, flavonoid dan aktivitas antioksidan dari buah kemloko yang berasal dari berbagai daerah dengan lingkungan geografis yang berbeda di Cina pernah dilakukan (Liu, dkk., 2008). Bagaimanapun, penelitian-penelitian dalam lingkup tersebut terhadap buah kemloko yang tumbuh di daerah tropis seperti Indonesia, hingga saat ini belum pernah dilaporkan. Analisis mengenai senyawa fenolik, flavonoid dan aktivitas antioksidan buah kemloko (Phyllanthus emblica L.) yang berasal dari Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Indonesia, untuk pertama kalinya dilakukan pada penelitian ini.
Secara garis besar, penelitian dibagi menjadi empat tahapan, yaitu perolehan total ekstrak metanol yang kemudian diikuti dengan fraksinasi dengan metode gradien pelarut, analisis total fenolik dan flavonoid, dan diakhiri dengan analisis aktivitas antioksidan untuk tiap-tiap fraksi fraksinya. Penelitian ini sangat penting dilakukan dalam upaya memperoleh gambaran yang jelas mengenai kualitas kimiawi dan prospek aktivitas dari bahan ini yang selanjutnya dapat dijadikan dasar bagi pengembangan formulasi obat yang menggunakan bahan dasar tersebut.
Metodologi
Alat. Rotary evaporator Buchi Switzerland, spektrofotometer UV-Vis U-2800 Hitachi.
Bahan. Sampel buah kemloko kering yang diambil dari Petani Pengepul di Kecamatan Boja Kabupaten Kendal, Asam galat, quercetin, buthyl hidroksitoluena (BHT), reagen Folin-Ciocalteu, 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH), semua pelarut memiliki kualitas pro analisis (pa), kecuali disebutkan lain
Cara Kerja
Penentuan Kadar Air Simplisia. Simplisia ditimbang sebanyak 1 gram dalam cawan yang telah diketahui bobotnya. Simplisia kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 110 oC selama 3 jam dan didinginkan dalam eksikator. Pekerjaan diulang sampai simplisia mencapai berat konstan. Selisih berat yang sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan (SNI 01-2891-1992 butir 5.1).
Penyiapan Sampel. Sampel buah kemloko kering (200 gram) dimaserasi dalam 500 ml metanol selama 7 x 24 jam. Filtrat metanol yang diperoleh kemudian dipekatkan menggunakan rotary evaporator, untuk mendapatkan ekstrak kasar, selanjutnya ekstrak ini disebut A. Separuh bagian A dilarutkan dalam 100 ml aquades, kemudian fraksi air tersebut dipartisi berturut-turut dengan pelarut n-heksan, diklorometan dan etil asetat. Keempat fraksi yang diperoleh kemudian disaring dan dipekatkan sehingga menghasilkan ekstrak kasar. Ekstrak air, n-heksan, diklorometan dan etil asetat selanjutnya disebut sebagai B, C, D dan E.
Analisis kualitatif Senyawa Fenolik dan Flavonoid (Andayani dkk, 2008).
Penyiapan bahan uji dalam lapisan air. Masing-masing ekstrak (0,1 gram) ditambahkan pelarut campuran kloroform/aquades (1/1). Campuran dikocok dalam tabung reaksi dan dibiarkan sejenak hingga terbentuk dua lapisan. Lapisan air yang berada di atas digunakan untuk pemeriksaan flavonoid dan fenolik.
Pemeriksaan Senyawa Fenolik. Lapisan air dimasukkan ke dalam plat tetes dan ditambahkan pereaksi AlCl3. Reaksi positif ditandai dengan terbentuknya warna biru / ungu.
Pemeriksaan senyawa flavonoid Lapisan air diambil sedikit kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan sedikit bubuk logam Mg serta beberapa tetes asam klorida (HCl) pekat. Reaksi positif ditandai dengan terbentuknya warna oranye.
Analisis Kuantitatif Senyawa Fenolik Total
Pembuatan Kurva Kalibrasi Asam Galat dengan Reagen Folin-Ciocalteu . Dibuat larutan asam galat (dalam aquades) dengan konsentrasi 400, 500, 600, dan 700 mg/L. Dari masing-masing konsentrasi tersebut, dipipet 0,2 ml ditambahkan 15,8 ml aquades dan 1 ml reagen Folin-Ciocalteu lalu dikocok hingga homogen. Terbentuk larutan berwarna bening kekuningan. Larutan didiamkan selama 8 menit, ditambahkan 3 ml larutan Na2CO3 20%, lalu dikocok hingga homogen. Larutan kembali didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar hingga terbentuk warna biru. Serapan larutan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 765 nm, lalu dibuat kurva kalibrasinya hubungan antara konsentrasi asam galat (mg/L) dengan absorbansi (Waterhouse, 1999).
Penentuan Kandungan Fenolik Total dengan Metode Folin-Ciocalteu.
Penentuan kandungan fenolik hanya dilakukan terhadap fraksi-fraksi yang menunjukkan positif pada pemeriksaan fenolik dan flavonoid. (A, B, E)
Masing-masing ekstrak (A, B, dan E) ditimbang sebanyak ditimbang 0,3 gram ekstrak kemudian dilarutkan sampai 10 ml dengan metanol/air (1/1). Dipipet 0,2 ml larutan ekstrak kemudian ditambahkan 15,8 ml aquades dan 1 ml reagen Folin-Ciocalteu, dikocok hingga homogen. Setelah homogen akan terbentuk larutan berwarna bening kekuningan. Larutan didiamkan selama 8 menit, selanjutnya ditambahkan 3 ml larutan Na2CO3 20% lalu dikocok hingga homogen. Larutan kembali didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar hingga terbentuk warna biru. Serapan larutan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 765 nm. Kadar fenol yang diperoleh merupakan mg ekuivalen asam galat/gram sampel kering (Orak, 2006).
Analisis Kuantitatif Senyawa Flavonoid Total (Zou dkk. 2004) dalam Rohman dkk. 2006). Sebanyak 0,5 mL larutan ekstrak dicampurkan dengan 2 mL aquades dan 0,15 mL NaNO2 5%. Setelah didiamkan selama 6 menit, larutan ditambahkan dengan 0,15 mL AlCl3 10% dan didiamkan kembali selama 6 menit. Kemudian ditambahkan 2 mL NaOH 4% dan larutan diencerkan hingga 5 mL. Larutan digojog kemudian didiamkan selama 15 menit. Selanjutnya larutan diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 510 nm. Kadar flavonoid yang diperoleh merupakan mg ekuivalen quercetin/gram sampel kering.
Penentuan Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH
Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum DPPH. Dibuat larutan DPPH 50 µM dengan melarutkan 1,97 mg serbuk DPPH ke dalam 100 ml metanol, terbentuk larutan berwarna ungu tua. Dipipet sebanyak 3,8 ml larutan tersebut dan dimasukkan ke dalam botol vial 15 ml dan ditambahkan dengan 0,2 ml metanol. Larutan dikocok hingga homogen dan dibiarkan selama 30 menit di tempat gelap. Serapan larutan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 400-600 nm. Absorbansi maksimum yang ditujukkan pada panjang gelombang 515 nm merupakan absorbansi kontrol (A0) DPPH. Digunakan metanol sebagai blanko (Molineux, 2004).
Pemeriksaan Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH. Masing-masing ekstrak dibuat konsentrasi (10, 30, 50, 70, 90 µg/ml) dalam metanol. Untuk menentukan aktivitas antioksidan, masing-masing konsentrasi dipipet sebanyak 0,2 ml dan dimasukkan ke dalam vial, kemudian ditambahkan 3,8 ml larutan DPPH 50 µM. Campuran dihomogenkan dan dibiarkan selama 30 menit di tempat gelap hingga warna ungu larutan berkurang atau terbentuk larutan warna merah muda atau kekuningan. Serapan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 515 nm (Molyneux, 2004). Sebagai pembanding, digunakan quercetin dan BHT dengan perlakuan sama dengan sampel. Kemampuan untuk meredam radikal DPPH (inhibisi) dihitung menggunakan persamaan :
Selanjutnya dilakukan perhitunagn IC50 yang merupakan konsentrasi sampel untuk dapat meredam 50 % aktivitas radikal DPPH. Nilai IC50 diperoleh dari perpotongan garis antara 50% daya inhibisi dengan konsentrasi sampel (Utami dkk., 2006).
Secara garis besar, penelitian ini dilakukan berdasarkan bagan sederhana yang diperlihatkan oleh Gambar III.1.
Hasil dan Pembahasan
Penelitian kimia yang berhubungan dengan antioksidan pada umumnya diimplementasikan melalui tahap-tahap analisis total fenolik, total flavonoid dan aktivitas antioksidan melalui analisis DPPH. Parameter-parameter tersebut pada umumnya dikompilasi dengan data-data hasil uji dari daerah lain atau tumbuhan lain sehingga dapat digunakan untuk memberikan gambaran mengenai kualitas bahan alam atas dasar molekul yang dikandungnya. Data-data yang diperoleh dari penelitian ini dapat pula digunakan sebagai dasar dalam formulasi untuk kepentingan uji praklinis terhadap dosis yang akan diterapkan.
Kemloko (Phyllanthus emblica L.), yang merupakan tanaman dari suku Euphorbiciae, dipilih sebagai obyek penelitian, mengingat tanaman ini, secara kemotaksonomi, mengandung senyawa-senyawa bioaktif yang bersifat sebagai antioksidan. Buah tanaman dikumpulkan dari petani di Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, yakni daerah yang merupakan pusat penghasil buah kemloko di Jawa Tengah. Dari hasil wawancara dengan petani di daerah tersebut, diketahui bahwa Kecamatan Boja dapat menghasilkan buah kemloko sebanyak 24 ton per tahun dan pada umumnya diambil pengepul untuk dijual kepada perusahaan kosmetika.
Buah kemloko kering yang dikumpulkan dari petani pengepul daerah Boja memiliki kadar air 10,82% (b/b), dapat diterima untuk perdagangan sesuai Standar Nasional Indonesia untuk Rempah-rempah Bubuk (SNI 01-3709-1995, maksimal 12%).
Ekstraksi sampel dilakukan dengan metode maserasi. Maserasi merupakan metode perendaman sampel menggunakan pelarut yang sesuai dengan senyawa-senyawa yang akan diisolasi. Pemilihan metode maserasi karena cara ini merupakan metode yang mudah dilakukan dan menggunakan alat-alat sederhana (Andayani, dkk., 2008). Pada penelitian ini, ekstrak dibuat dengan cara merendam berkali-kali 200 gram buah kemloko kering dalam metanol. Metanol merupakan pelarut yang dapat melarutkan hampir semua senyawa organik yang ada pada sampel, baik senyawa polar maupun non polar (Andayani, dkk., 2008). Hasil maserasi merupakan larutan berwarna coklat tua yang menandakan larutnya senyawa-senyawa organik pada sampel ke dalam pelarut metanol. Larutan ini kemudian disaring dan dipekatkan menggunakan rotary evaporator dengan suhu 70 oC. Pemekatan bertujuan menghilangkan pelarut sehingga didapatkan ekstrak kasar metanol (E1) sebanyak 76,95 gram.
Ekstrak metanol dipartisi ke dalam berbagai pelarut, mulai non polar hingga polar. Separuh bagian E1 dilarutkan dalam 100 ml aquades. Hal ini merupakan partisi ke dalam pelarut yang sangat polar, bertujuan agar didapatkan batas yang jelas ketika dipartisi ke dalam pelarut non polar maupun semipolar. Partisi dilanjutkan ke dalam pelarut n-heksan, diklorometan dan etil asetat menggunakan metode ektraksi pelarut. Prinsip metode ekstraksi pelarut adalah melarutkan satu zat atau lebih ke dalam pelarut yang tidak saling campur (Harbourne, 1987). Pada saat partisi, terbentuk dua lapisan di dalam corong pisah. Fraksi dengan pelarut yang memiliki berat jenis yang lebih besar akan berada di bawah, sedangakan fraksi dengan pelarut yang berat jenisnya lebih kecil berada di atas. Kedua pelarut yang digunakan saat proses partisi tidak boleh saling campur sehingga dapat dipisahkan dengan mudah. Masing-masing larutan hasil partisi disaring dan dipekatkan menggunakan rotary evaporator. Ekstrak kemudian ditimbang dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel IV.1 berikut ini :
Tabel IV.1: Total ekstrak kemloko dari masing-masing pelarut
Pelarut Total ekstrak (g) % Ekstrak
Metanol 76,95 38,48
Air 25,01 12,50
n-heksan 1,52 0,76
Diklorometan 3,05 1,53
Etil Asetat 20,18 10,09
Analisis Kualitatif Senyawa Fenolik dan Flavonoid
Pemeriksaan senyawa fenolik dan flavonoid dilakukan untuk mengetahui secara kualitatif keberadaan senyawa-senyawa tersebut dalam ekstrak buah kemloko. Hasil analisis kualitatif terhadap ekstrak buah kemloko dapat dilihat pada Tabel IV.2 berikut ini :
Tabel IV.2: Hasil uji kualitatif senyawa fenolik dan flavonoid terhadap ekstrak buah kemloko
Ekstrak Fenolat Flavonoid
A (ekstrak metanol) + +
B (ekstrak n-heksan) - -
C (ekstrak diklorometan) - -
D (ekstrak etil asetat) + +
E (ekstrak air) + +
Ekstrak Fenolik Flavonoid
E1 + +
E2 + +
E3 - -
E4 - -
E5 + +
Hasil uji kualitatif ekstrak buah kemloko tersebut menunjukkan bahwa senyawa-senyawa fenolik dan flavonoid hanya terdapat pada fraksi yang bersifat semipolar sampai polar. Diduga fraksi non polar hanya berisi senyawa dari golongan steroid. Hasil uji kualitatif ini yang menjadi acuan analisis kuantitatif selanjutnya.
Analisis Kuantiatif Senyawa Fenolik Total
Kurva Kalibrasi Asam Galat
Asam galat digunakan sebagai pembanding karena asam galat memiliki stuktur yang mewakili hanpir seluruh senyawa-senyawa fenolik yang terdapat dalam tumbuhan pada umumnya. Struktur asam galat terdiri dari cincin karboaromatik yang tersubstitusi oleh gugus hidroksil dan gugus karboksilat. Hal ini sesuai dengan deskripsi Achmad (1986) yang menyatakan bahwa senyawa fenolik merupakan senyawa-senyawa dengan cincin karboaromatik yang lazimnya tersubstitusi oleh satu atau lebih gugus hidroksil atau gugus lain yang ekivalen ditinjau dari segi biogenetik. Struktur asam galat dapat dilihat pada Gambar II.1. Selain itu, asam galat memiliki gugus kromofor yang dapat menyerap radiasi sinar pada saat analisis mengunakan spektrofotometer UV-Vis. Gugus kromofor yang terdapat pada asam galat, yang juga terdapat pada hampir semua senyawa fenolik buah kemloko, antara lain adalah ikatan rangkap terkonjugasi, gugus karbonil dan juga gugus hidroksil.
Telah dibuat kurva kalibrasi asam galat sebagai pembanding ekivalen senyawa fenolik total yang terdapat pada sampel buah kemloko. Pembuatan kurva kalibrasi ini berguna untuk membantu menentukan kadar senyawa fenolik dalam sampel buah kemloko melalui persamaan regresi yang didapatkan. Kurva kalibrasi asam galat dapat dilihat Gambar IV.1 berikut ini :
Gambar IV.1. Kurva kalibrasi asam galat dengan reagen Folin-Ciocalteu pada panjang gelombang 765 nm
Dari analisis terhadap larutan asam galat didapatkan kurva kalibrasi dengan persamaan regresi Y = 0,001x + 0,016 dan harga koefisien korelasi (R2) yaitu 0,992. Persamaan regresi menyatakan hubungan matematis antara konsentrasi asam galat dan absorbansinya pada pengukuran menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Sedangkan harga koefisien korelasi (R2) menyatakan keeratan hubungan/korelasi antara konsentrasi (sumbu x) dan absorbansi (sumbu y). Harga R2 yang mendekati angka 1 menyatakan bahwa persamaan regresi tersebut adalah linier dan konsentrasi mempengaruhi absorbansi sebesar 99% (Andayani dkk. (2008) dan Rohman dkk. (2005)).
Penentuan Kandungan Senyawa Fenolik Total
Senyawa-senyawa fenolik telah terbukti banyak memberikan kontribusi terhadap aktivitas antioksidan suatu sampel tanaman (Kumar dkk. (2006) dalam Liu dkk. (2008)). Total kandungan senyawa fenolik pada masing-masing fraksi ditentukan berdasarkan persamaan regresi yang didapatkan pada kurva kalibrasi asam galat. Hasil analisis total kandungan senyawa fenolik ditunjukkan sebagai mg ekivalen asam galat/gram sampel kering.
Tabel IV.3: Hasil penentuan kadar senyawa fenolik total dalam buah kemloko
Ekstrak Absorbansi (x) Konsentrasi Asam Galat (y) Kadar Fenolik Total (mg asam galat/gram sampel kering)
E1 (pengenceran 50x) 0,859 843 mg/L 135,16
E2 (pengenceran 50x) 0,638 622 mg/L 13,69
E5 (pengenceran 500x) 0,383 367 mg/L 44,09
Ekstrak metanol mempunyai total kandungan senyawa fenolik yang paling tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sampel buah kemloko memiliki banyak senyawa-senyawa fenolik yang bersifat polar. Dalam penelitian yang dilakukan Liu dkk. (2008), diketahui bahwa ekstrak etil asetat buah kemloko Huizhou, Prov. Guangdong, Cina yang memiliki total kandungan senyawa fenolik terbesar, yaitu sebesar 439,9 mg asam galat/gram sempel kering. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan lokasi tumbuhnya tanaman. Perbedaan lingkungan baik dari kandungan usur dalam tanah maupun iklim dapat mempengaruhi kandungan senyawa dalam tumbuhan.
Pada tabel tidak dicantumkan total kandungan senyawa fenolik pada ekstrak n-heksan dan DCM. Hal ini disebabkan tidak dapat bercampurnya ekstrak dengan aquades pada saat pengujian dengan metode Folin- Ciocalteu. Pembacaan absorbansi terhadap larutan yang tidak homogen tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan keakuratannya, sehingga tidak dicantumkan pada Tabel IV.3.
Analisis Kuantiatif Senyawa Flavonoid Total
Kurva Kalibrasi Quercetin
Quercetin digunakan sebagai standar dalam penentuan total flavonoid. Senyawa ini dipilih sebagai standar karena memiliki struktur yang mewakili struktur-struktur senyawa flavonoid lain yang terdapat pada buah kemloko. Struktur kimia quercetin dapat dilihat pada Gambar II.1. Quercetin memiliki dua cincin benzen yang terikat pada rantai propan dan dihubungkan denan jembatan oksigen. Struktur seperti inilah yang dimiliki sebagian besar senyawa flavonoid pada buah kemloko.
Pembuatan kurva kalibrasi quercetin mempunyai fungsi yang serupa dengan kurva kalibrasi asam galat pada penentuan total fenolik. Kurva ini berguna untuk membantu menentukan kadar senyawa flavonoid dalam sampel buah kemloko melalui persamaan regresi yang didapatkan.
Gambar IV.2 Kurva kalibrasi quercetin dengan reagen NaNO2, AlCl3 dan NaOH pada panjang gelombang 510 nm
Penentuan Kandungan Senyawa Flavonoid Total
Aktivitas antioksidan buah kemloko diduga disebabkan oleh keberadaan senyawa-senyawa flavonoid di dalamnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan pemeriksaan total flavonoid pada buah kemloko. Total kandungan senyawa flavonoid pada masing-masing fraksi ditentukan berdasarkan persamaan regresi yang didapatkan pada kurva kalibrasi quercetin. Hasil analisis total kandungan senyawa flavonoid ditunjukkan sebagai mg ekivalen quercetin/gram sampel kering.
Tabel IV.4: Hasil penentuan kadar senyawa flavonoid total dalam buah kemloko
Ekstrak Absorbansi (x) Konsentrasi Quercetin (y) Kadar Flavonoid Total (mg quercetin/gram sampel kering)
E1 (pengenceran 25x) 0,296 963,33 mg/L 75,35
E2 (pengenceran 25x) 0,242 783,33 mg/L 8,37
E5 (pengenceran 125x) 0,224 723,33 mg/L 19,61
Penentuan Aktivitas Antioksidan
DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrasil) merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering digunakan menngevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau ekstrak bahan alam (Green (2004) dan Gurav dkk. (2007)). Warna larutan DPPH dalam metanol adalah ungu tua, warna ini dapat berkurang kepekatannya atau berubah menjadi kuning pucat apabila larutan bereaksi dengan senyawa lain yang dapat mendonorkan proton. Penambahan proton pada struktur radikal DPPH akan menyebabkan terjadinya reduksi membentuk DPPH non radikal. Berkurangnya intensitas warna tersebut ditandai dengan menurunnya absorbansi sperktrofotometer pada panjang gelombang 515 nm (Molyneux, 2004). Reaksi peredaman radikal DPPH dapat dilihat pada Gambar II.2.
Penentuan aktivitas antioksidan dilakukan terhadap E1, E2 dan E5 karena hanya ketiga ekstrak tersebut yang diujikan total fenolik dan flavonoidnya. Aktivitas antioksidan merupakan kemampuan suatau senyawa atau ekstrak untuk menghambat reaksi oksidasi yang dapat dinyatakan dengan persen penghambatan atau persen inhibisi. Parameter yang digunakan untuk menunjukkan aktivitas antioksidan adalah harga konsentrasi efisien atau Efficient Concertation (EC50) atau Inhibition Concertation (IC50) yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan yang menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat antioksidan yang menberikan presentase pengahambatan sebesar 50%. Zat yang mempunyai aktivitas antioksidan tinggi memiliki harga EC50 atau IC50 yang rendah.
Tabel IV.5 Aktivitas Antioksidan Ekstrak Buah Kemloko, BHT dan Quercetin
Sampel Nilai IC50 (mg/L)
E1 120,90
E2 98,09
E5 56,45
BHT 37,09
Quercetin 24,94
Hasil uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH menunjukkan hasil bahwa ekstrak etil asetat mempunyai aktivitas antioksidan yang paling tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Liu dkk. (2008) terhadap sampel buah kemloko dari Cina. Secara keseluruhan aktivitas peredaman radikal bebas DPPH ekstrak buah kemloko masih di bawah aktivitas antioksidan sintesis BHT dan quercetin. Hal ini karena ekstrak buah kemloko bukan merupakan senyawa murni sehingga kemungkinan mengandung senyawa-senyawa lain yang tidak memiliki aktivitas antioksidan.
Aktivitas peredaman radikal bebas DPPH ekstrak buah kemloko ditentukan oleh senyawa antioksidan yang terdapat di dalamnya yaitu vitamin C (Khurdiya dan Jain, 2004) serta senyawa fenolik seperti quercetin, asam galat dan kaempferol (Lui dkk., 2007). Ekstrak air cenderung memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi daripada ekstrak metanol. Hal ini disebabkan karena kandungan vitamin C buah kemloko yang tinggi yaitu sebesar 478,56 mg/100 ml (Khurdiya dan Jain, 2004). Vitamin C merupakan antioksidan yang larut dalam air sehingga cenderung terpartisi ke dalam air daripada dalam metanol.
Aktivitas peredaman radikal DPPH ekstrak etil asetat lebih besar daripada ekstrak metanol dan air. Hal ini disebabkan karena buah kemloko memiliki senyawa-senyawa fenolik/flavonoid yang menurut Lui dkk. (2007) memiliki peran penting dalam peredaman radikal DPPH. Senyawa-senyawa ini sebagian besar bersifat semipolar sehingga cenderung terpartisi ke dalam etil asetat.
Hubungan Aktivitas Antioksidan dengan Senyawa Fenolik dan Flavonoid
Hubungan antara IC50 (y) dan kandungan total fenolik buah kemloko (x) mempunyai koefisien korelasi r2 = 0,354 (y = 0,307x + 72,03). Hasil ini menunjukkan kemungkinan 35% aktivitas antioksidan buah kemloko dipengaruhi oleh senyawa fenolik. Aktivitas antioksidan oleh senyawa fenolik sangat dipengaruhi oleh gugus redoks yang memungkinkan senyawa tersebut berperan sebagai agen pereduksi, pendonor hidrogen dan peredam atom oksigen radikal (Kahkonen, 1999). Dapat pula disimpulkan bahwa aktivitas antioksidan buah kemloko tidak hanya dipengaruhi oleh senyawa fenolik melainkan senyawa-senyawa lain seperti asam askorbat yang banyak terkandung di dalamnya. Menurut Scartezzini (2006), asam askorbat dalam buah kemloko memiliki aktivitas antioksidan sekitar 45-70%.
Gambar IV.3 Hubungan linier antara aktivitas antioksidan (IC50) dan kandungan total fenolik buah kemloko (Phyllanthus emblica L.)
Sedangkan hubungan antara IC50 (y) dan kandungan total flavonoid buah kemloko (x) mempunyai koefisien korelasi r2 = 0,437 (y = 0,602x + 71,05). Hasil ini menunjukkan kemungkinan 44% aktivitas antioksidan buah kemloko dipengaruhi oleh senyawa flavonoid dan tidak terbatas pada senyawa flavonoid saja.
Gambar IV.4 Hubungan linier antara aktivitas antioksidan (IC50) dan kandungan total flavonoid buah kemloko (Phyllanthus emblica L.)
Daftar Pustaka
Achmad, S.A., 1986, Kimia Organik Bahan Alam, Universitas Terbuka, Depdikbud, Jakarta.
Andayani, R., Lisawati, Y., dan Maimunah, 2008, Penentuan Aktivitas Antioksidan, Kadar Fenolat Total dan Likopen pada Buah Tomat, Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, 13, 1-9.
Barthakur, N.N., dan Arnold, N.P., 1991, Chemical Analysis of Emblic (Phyllanthus emblica L.) and its Potensial as a Food Source, Scientia Horticulturae, 47, 99-105.
Carbanaro, M., Mattera, M., Nicoli, S., Bergano, P., Cappeloni, M., 2002, Modulation of Antioxidant Compounds in Organic vs Conventional Fruit (Peach, Prunus Persia L., and Pear, Pyrus communis L.), J. Agric. Food Chem., 50, 5458-5462.
Denisov, E.T., Khudyakov, I., 1987, Mechanism of action and reactivities of free radicals of inhibitors, Chem. Rev, 87, 1313-1357.
El-Desouky, S.K., Ryu, S.Y., dan Kim, Y.K., 2008, A New Citotoxic Acylated Apigenin Glucoside from Phyllanthus emblica L., Nat. Prod. Res., 22, 91-95.
Fessenden, R.J., dan Fessenden, J.S., 1992, Kimia Organik, jilid 2, edisi 3, a.b. Aloysius Pudjaatmaka, Erlangga, Jakarta, hlm. 14-16.
Floridi, S., Montanari, L., Ombretta, M., Fantozzi, P., 2003, Determination of Free Phenolic Acid in Wort and Beer by ColometricArray Detection, J. Agric. Food Chem., 51, 1548-1554.
Gurav, S., Deshnkar, N., Gulkari, V., Duragkar, N., dan Patil, A., 2007, Free Radical Scavenging Activity of Polygala chinensis Linn, Pharmacologyomline, 2, 245-253.
Hanani, E., Mun’im, A., dan Sekarini, R., 2005, Identifikasi Senyawa Antioksidan dalam Spons Callyspongia sp. dari Kepulauan Seribu, Majalah Ilmu Kefarmasian, 2, 127-133.
Harborne, J.B, 1987, Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan, a.b. : Kosasih Padmawinata, ITB, Bandung.
Huang, D., Ou, B., dan Prior, R.L., 2005, The Chemistry behind Antioxidant Capacity Assays, J. Agric. Food Chem., 53, 1841-1856.
Ingold, K.U., 1961, Inhibition of autoxidation of organic substances in liquid phase, Chem Rev., 61, 563-584.
Kahkonen, M.P., Hopia, A.I., Vuorela, H.J., Pihlaja, K., Kujala, T.S., dan Heinonen, M., 1999, Antioxidant activity of extracts containing phenolic compounds, J. Agric. Food Chem., 47, 3954-3962.
Khan, K.H, 2009, Roles of Emblica officinalis in Medicine – A Review, Botany Research Internasional ,2, 218-228.
Khurdiya, D.S., dan Jain S.K., 2004, Vitamin C enrichment of fruit juice based ready-to-serve beverages through blending in Indian gooseberry (Emblica officinalis Gaertn.) juice, Plant Foods Hum. Nutr., 59, 63-66.
Kumaran, A., dan Karunakaran, R.J., 2006, Nitric oxide radical scavenging active component from Phyllanthus emblica L., Plant Foods Hum Nutr., 61, 1-5.
Liu, X., Cui, C., Zhao, M., Wang, J., Luo, W., Yang, B., dan Jiang, Y., 2008, Identification of phenolics in the fruit of emblica (Phyllanthus emblica L.) and their antioxidant activities, J. Foods Chem., 109, 909-915.
Liu, X.,Zhao, M., Wang, J., Yang, B., dan Jiang, Y., 2008, Antioxidant Activity of Methanolic Extract of Emblica Fruit (Phyllanthus emblica L.) from six regions in China, J. Food Composition and Analysis, 21, 219-228.
Mabry, T.J., Markham, K.R., dan Thomas, M.B., 1970, The systematic Identification of Flavonoid, Springer-Verlag, New York.
Marinova, D., Ribarova, R., dan Atanassov, M., 2005, Total Phenolics and Total Flavonoids in Bulgarian Fruits and Vegetables, Journal of The University of Chemical Technology and Metallurgy, 40, 255-260.
Merriam dan Webster, 2002, Webster’s Third New International Dictionary, Unabridged, http://unabridged.merriam-webster.com.
Molyneux, P., 2004, The use of the stable free radical diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) for estimating antioxidant activity, J. Sci. Technol., 26, 211-219.
Orak, H.H, 2006, Total Antioxidant Activities, Phenolic, Anthocyanins, Polyphenoloxidase Activities In Red Grape Varieties, Electronic Journal of Polish Agricultural University Food Science and Technology, 9,
Prakash, A., 2001, Antioxidant Activity Medallion Laboratories : Analithycal Progress, 19, 1-4.
Ramamoorty, P.K., dan Bono, A., 2007. Antioxidant Activity, Total Phenolic and Flavonoid Content of Morinda citrifolia Fruit Extracts from Various Extraction Processes, Journal of Engineering Science and Technology, 2, 70-80.
Rohman, A., Riyanto, S., dan Utari, D., 2006, Aktivitas Antioksidan, Kandungan Fenolat Total, dan Kandungan Flavonoid Total Ekstrak Etil Asetat Buah Mengkudu serta Fraksi-Fraksinya, Majalah Farmasi Indonesia, 17, 137-138.
Scartezzini, P., Antognoni, F., Raggi, M.A., Poli, F., dan Sabbioni, C., 2006, Vitamin C content and antioxidant activity of the fruit and of the Ayurvedic preparation of Emblica officinalis Gaertn, J. Ethnopharmacol., 104, 113-118.
Srikumar, R., Parthasarathy, N.J., Manikandan, S., Narayan, G.S., dan Sheela, D.R., 2006, Effect of Triphala on oxidative stress and on cell-mediated immune response against noise stress in rats. Mol. Cell Biochem., 283, 67-74.
Summanen, J.O., 1999, A Chemical and Ethnopharmalogical Study on Phyllanthus emblica (Euphorbiaceae), Division of Pharmacognosy, University of Helsinki Department of Pharmacy.
SNI 01-2891-1992 : Cara Uji Makanan dan Minuman.
SNI 01-3709-1995 : Rempah-rempah Bubuk.
Utami, S., Kasela, S., dan Hanafi, M., 2006, Efek Peredaman Radikal Bebas 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH) dan Uji Toksisitas Pendahuluan terhadap Larva Udang Artemia salina Leach dari Ekstrak Aseton Daging Buah Sesoot (Garcinia picrorrhiza MIQ), Jurnal Kedokteran Yarsi, 14, 171-176.
Waterhouse, A., 1999, Folin – Ciocalteau Micro Method For Total Phenol In Wine, Department of Viticulture & Enology University of California, Davis, 152-178.
Zhang, L.Z., Zhao, W.H., Guo, Y.J., Tu, G.Z., Lin, S., dan Xin, L.G., 2003, Studies on Chemical Constituens in Fruits of Tibetian Medicine Phyllanthus emblica, Zhongguo Zhong Yao Za Zhi, 28, 940-943.
Bambang Cahyono, Citra Agustina Isnaning, Khairul Anam, Meiny Suzery
Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia MIPA, Universitas Diponegoro. Jl. Prof Sudharto,
Tembalang Semarang 50275 (email: bambang_cahyono@undip.ac.id)
Abstrak
Latar Belakang………..
Tujuan Penelitian. ………….
Metodologi. ………
Hasil dan Pembahasan.
Kesimpulan.
Abstract
Kata kunci …………………………
Pendahuluan
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menetralkan radikal bebas di dalam tubuh manusia. Enzim-enzim seperti superoksida dismutase (SOD), gluthatione dan katalase merupakan antioksidan alami yang terdapat pada tubuh manusia (Prakash, 2001). Pertumbuhan radikal bebas atau spesi reaktif yang melebihi kapasitas antioksidan di dalam tubuh akan meningkatkan resiko timbulnya berbagai penyakit regeneratif seperti kanker, jantung, katarak, penuaan dini dan lain-lain. Oleh karena itu, selain mengandalkan antioksidan dari dalam tubuh, manusia juga membutuhkan antioksidan dari luar tubuh untuk mencapai keseimbangan. Sumber-sumber antioksidan dapat berasal dari bahan yang diperoleh dari laut (Hanani, dkk., 2005) dan tanaman yang tumbuh di darat (Ramamoorty dan Bono, 2007).
Salah satu contoh tanaman yang diduga memiliki aktivitas antioksidan cukup tinggi adalah kemloko (Phyllanthus emblica L.). Tumbuhan ini merupakan bahan yang sering digunakan oleh masyarakat sebagai obat tradisional. Di India, tanaman ini telah digunakan untuk mengobati penyakit kanker, diabetes, hati (liver), gangguan jantung dan anemia (Khan, 2009). Aktivitas biologis tersebut diduga disebabkan oleh adanya senyawa-senyawa bioaktif dari metabolit sekunder yang terkandung di dalamnya, khususnya senyawa dari golongan fenolik dan flavonoid.
Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Liu dkk. (2008), buah kemloko mengandung senyawa-senyawa fenolik, seperti geraniin, quercetin 3-β-D-glukopiranosida, kaempferol 3-β-D-glukosapiranosida, isokorilagin, quercetin, dan kaempferol. Selain itu, tanaman ini juga mengandung senyawa asam galat, asam ellagat, 1-O-galloyl-beta-D-glukosa, asam-3-etilgalat dan corilagin (Zhang dkk., 2003). Senyawa apeganin dan asam askorbat juga pernah ditemukan dalam tanaman kemloko (El-Desouky dkk., 2008; Khurdiya dan Jain, 2004). Gugus hidroksil yang bersifat asam pada senyawa-senyawa fenolik tersebut diduga sangat berperan dalam reaksi oksidasi-reduksi yang terjadi di dalam tubuh (Huang, 2005).
Penelitian yang berhubungan dengan analisis kandungan senyawa fenolik, flavonoid dan aktivitas antioksidan dari buah kemloko yang berasal dari berbagai daerah dengan lingkungan geografis yang berbeda di Cina pernah dilakukan (Liu, dkk., 2008). Bagaimanapun, penelitian-penelitian dalam lingkup tersebut terhadap buah kemloko yang tumbuh di daerah tropis seperti Indonesia, hingga saat ini belum pernah dilaporkan. Analisis mengenai senyawa fenolik, flavonoid dan aktivitas antioksidan buah kemloko (Phyllanthus emblica L.) yang berasal dari Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Indonesia, untuk pertama kalinya dilakukan pada penelitian ini.
Secara garis besar, penelitian dibagi menjadi empat tahapan, yaitu perolehan total ekstrak metanol yang kemudian diikuti dengan fraksinasi dengan metode gradien pelarut, analisis total fenolik dan flavonoid, dan diakhiri dengan analisis aktivitas antioksidan untuk tiap-tiap fraksi fraksinya. Penelitian ini sangat penting dilakukan dalam upaya memperoleh gambaran yang jelas mengenai kualitas kimiawi dan prospek aktivitas dari bahan ini yang selanjutnya dapat dijadikan dasar bagi pengembangan formulasi obat yang menggunakan bahan dasar tersebut.
Metodologi
Alat. Rotary evaporator Buchi Switzerland, spektrofotometer UV-Vis U-2800 Hitachi.
Bahan. Sampel buah kemloko kering yang diambil dari Petani Pengepul di Kecamatan Boja Kabupaten Kendal, Asam galat, quercetin, buthyl hidroksitoluena (BHT), reagen Folin-Ciocalteu, 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH), semua pelarut memiliki kualitas pro analisis (pa), kecuali disebutkan lain
Cara Kerja
Penentuan Kadar Air Simplisia. Simplisia ditimbang sebanyak 1 gram dalam cawan yang telah diketahui bobotnya. Simplisia kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 110 oC selama 3 jam dan didinginkan dalam eksikator. Pekerjaan diulang sampai simplisia mencapai berat konstan. Selisih berat yang sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan (SNI 01-2891-1992 butir 5.1).
Penyiapan Sampel. Sampel buah kemloko kering (200 gram) dimaserasi dalam 500 ml metanol selama 7 x 24 jam. Filtrat metanol yang diperoleh kemudian dipekatkan menggunakan rotary evaporator, untuk mendapatkan ekstrak kasar, selanjutnya ekstrak ini disebut A. Separuh bagian A dilarutkan dalam 100 ml aquades, kemudian fraksi air tersebut dipartisi berturut-turut dengan pelarut n-heksan, diklorometan dan etil asetat. Keempat fraksi yang diperoleh kemudian disaring dan dipekatkan sehingga menghasilkan ekstrak kasar. Ekstrak air, n-heksan, diklorometan dan etil asetat selanjutnya disebut sebagai B, C, D dan E.
Analisis kualitatif Senyawa Fenolik dan Flavonoid (Andayani dkk, 2008).
Penyiapan bahan uji dalam lapisan air. Masing-masing ekstrak (0,1 gram) ditambahkan pelarut campuran kloroform/aquades (1/1). Campuran dikocok dalam tabung reaksi dan dibiarkan sejenak hingga terbentuk dua lapisan. Lapisan air yang berada di atas digunakan untuk pemeriksaan flavonoid dan fenolik.
Pemeriksaan Senyawa Fenolik. Lapisan air dimasukkan ke dalam plat tetes dan ditambahkan pereaksi AlCl3. Reaksi positif ditandai dengan terbentuknya warna biru / ungu.
Pemeriksaan senyawa flavonoid Lapisan air diambil sedikit kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan sedikit bubuk logam Mg serta beberapa tetes asam klorida (HCl) pekat. Reaksi positif ditandai dengan terbentuknya warna oranye.
Analisis Kuantitatif Senyawa Fenolik Total
Pembuatan Kurva Kalibrasi Asam Galat dengan Reagen Folin-Ciocalteu . Dibuat larutan asam galat (dalam aquades) dengan konsentrasi 400, 500, 600, dan 700 mg/L. Dari masing-masing konsentrasi tersebut, dipipet 0,2 ml ditambahkan 15,8 ml aquades dan 1 ml reagen Folin-Ciocalteu lalu dikocok hingga homogen. Terbentuk larutan berwarna bening kekuningan. Larutan didiamkan selama 8 menit, ditambahkan 3 ml larutan Na2CO3 20%, lalu dikocok hingga homogen. Larutan kembali didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar hingga terbentuk warna biru. Serapan larutan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 765 nm, lalu dibuat kurva kalibrasinya hubungan antara konsentrasi asam galat (mg/L) dengan absorbansi (Waterhouse, 1999).
Penentuan Kandungan Fenolik Total dengan Metode Folin-Ciocalteu.
Penentuan kandungan fenolik hanya dilakukan terhadap fraksi-fraksi yang menunjukkan positif pada pemeriksaan fenolik dan flavonoid. (A, B, E)
Masing-masing ekstrak (A, B, dan E) ditimbang sebanyak ditimbang 0,3 gram ekstrak kemudian dilarutkan sampai 10 ml dengan metanol/air (1/1). Dipipet 0,2 ml larutan ekstrak kemudian ditambahkan 15,8 ml aquades dan 1 ml reagen Folin-Ciocalteu, dikocok hingga homogen. Setelah homogen akan terbentuk larutan berwarna bening kekuningan. Larutan didiamkan selama 8 menit, selanjutnya ditambahkan 3 ml larutan Na2CO3 20% lalu dikocok hingga homogen. Larutan kembali didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar hingga terbentuk warna biru. Serapan larutan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 765 nm. Kadar fenol yang diperoleh merupakan mg ekuivalen asam galat/gram sampel kering (Orak, 2006).
Analisis Kuantitatif Senyawa Flavonoid Total (Zou dkk. 2004) dalam Rohman dkk. 2006). Sebanyak 0,5 mL larutan ekstrak dicampurkan dengan 2 mL aquades dan 0,15 mL NaNO2 5%. Setelah didiamkan selama 6 menit, larutan ditambahkan dengan 0,15 mL AlCl3 10% dan didiamkan kembali selama 6 menit. Kemudian ditambahkan 2 mL NaOH 4% dan larutan diencerkan hingga 5 mL. Larutan digojog kemudian didiamkan selama 15 menit. Selanjutnya larutan diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 510 nm. Kadar flavonoid yang diperoleh merupakan mg ekuivalen quercetin/gram sampel kering.
Penentuan Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH
Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum DPPH. Dibuat larutan DPPH 50 µM dengan melarutkan 1,97 mg serbuk DPPH ke dalam 100 ml metanol, terbentuk larutan berwarna ungu tua. Dipipet sebanyak 3,8 ml larutan tersebut dan dimasukkan ke dalam botol vial 15 ml dan ditambahkan dengan 0,2 ml metanol. Larutan dikocok hingga homogen dan dibiarkan selama 30 menit di tempat gelap. Serapan larutan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 400-600 nm. Absorbansi maksimum yang ditujukkan pada panjang gelombang 515 nm merupakan absorbansi kontrol (A0) DPPH. Digunakan metanol sebagai blanko (Molineux, 2004).
Pemeriksaan Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH. Masing-masing ekstrak dibuat konsentrasi (10, 30, 50, 70, 90 µg/ml) dalam metanol. Untuk menentukan aktivitas antioksidan, masing-masing konsentrasi dipipet sebanyak 0,2 ml dan dimasukkan ke dalam vial, kemudian ditambahkan 3,8 ml larutan DPPH 50 µM. Campuran dihomogenkan dan dibiarkan selama 30 menit di tempat gelap hingga warna ungu larutan berkurang atau terbentuk larutan warna merah muda atau kekuningan. Serapan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 515 nm (Molyneux, 2004). Sebagai pembanding, digunakan quercetin dan BHT dengan perlakuan sama dengan sampel. Kemampuan untuk meredam radikal DPPH (inhibisi) dihitung menggunakan persamaan :
Selanjutnya dilakukan perhitunagn IC50 yang merupakan konsentrasi sampel untuk dapat meredam 50 % aktivitas radikal DPPH. Nilai IC50 diperoleh dari perpotongan garis antara 50% daya inhibisi dengan konsentrasi sampel (Utami dkk., 2006).
Secara garis besar, penelitian ini dilakukan berdasarkan bagan sederhana yang diperlihatkan oleh Gambar III.1.
Hasil dan Pembahasan
Penelitian kimia yang berhubungan dengan antioksidan pada umumnya diimplementasikan melalui tahap-tahap analisis total fenolik, total flavonoid dan aktivitas antioksidan melalui analisis DPPH. Parameter-parameter tersebut pada umumnya dikompilasi dengan data-data hasil uji dari daerah lain atau tumbuhan lain sehingga dapat digunakan untuk memberikan gambaran mengenai kualitas bahan alam atas dasar molekul yang dikandungnya. Data-data yang diperoleh dari penelitian ini dapat pula digunakan sebagai dasar dalam formulasi untuk kepentingan uji praklinis terhadap dosis yang akan diterapkan.
Kemloko (Phyllanthus emblica L.), yang merupakan tanaman dari suku Euphorbiciae, dipilih sebagai obyek penelitian, mengingat tanaman ini, secara kemotaksonomi, mengandung senyawa-senyawa bioaktif yang bersifat sebagai antioksidan. Buah tanaman dikumpulkan dari petani di Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, yakni daerah yang merupakan pusat penghasil buah kemloko di Jawa Tengah. Dari hasil wawancara dengan petani di daerah tersebut, diketahui bahwa Kecamatan Boja dapat menghasilkan buah kemloko sebanyak 24 ton per tahun dan pada umumnya diambil pengepul untuk dijual kepada perusahaan kosmetika.
Buah kemloko kering yang dikumpulkan dari petani pengepul daerah Boja memiliki kadar air 10,82% (b/b), dapat diterima untuk perdagangan sesuai Standar Nasional Indonesia untuk Rempah-rempah Bubuk (SNI 01-3709-1995, maksimal 12%).
Ekstraksi sampel dilakukan dengan metode maserasi. Maserasi merupakan metode perendaman sampel menggunakan pelarut yang sesuai dengan senyawa-senyawa yang akan diisolasi. Pemilihan metode maserasi karena cara ini merupakan metode yang mudah dilakukan dan menggunakan alat-alat sederhana (Andayani, dkk., 2008). Pada penelitian ini, ekstrak dibuat dengan cara merendam berkali-kali 200 gram buah kemloko kering dalam metanol. Metanol merupakan pelarut yang dapat melarutkan hampir semua senyawa organik yang ada pada sampel, baik senyawa polar maupun non polar (Andayani, dkk., 2008). Hasil maserasi merupakan larutan berwarna coklat tua yang menandakan larutnya senyawa-senyawa organik pada sampel ke dalam pelarut metanol. Larutan ini kemudian disaring dan dipekatkan menggunakan rotary evaporator dengan suhu 70 oC. Pemekatan bertujuan menghilangkan pelarut sehingga didapatkan ekstrak kasar metanol (E1) sebanyak 76,95 gram.
Ekstrak metanol dipartisi ke dalam berbagai pelarut, mulai non polar hingga polar. Separuh bagian E1 dilarutkan dalam 100 ml aquades. Hal ini merupakan partisi ke dalam pelarut yang sangat polar, bertujuan agar didapatkan batas yang jelas ketika dipartisi ke dalam pelarut non polar maupun semipolar. Partisi dilanjutkan ke dalam pelarut n-heksan, diklorometan dan etil asetat menggunakan metode ektraksi pelarut. Prinsip metode ekstraksi pelarut adalah melarutkan satu zat atau lebih ke dalam pelarut yang tidak saling campur (Harbourne, 1987). Pada saat partisi, terbentuk dua lapisan di dalam corong pisah. Fraksi dengan pelarut yang memiliki berat jenis yang lebih besar akan berada di bawah, sedangakan fraksi dengan pelarut yang berat jenisnya lebih kecil berada di atas. Kedua pelarut yang digunakan saat proses partisi tidak boleh saling campur sehingga dapat dipisahkan dengan mudah. Masing-masing larutan hasil partisi disaring dan dipekatkan menggunakan rotary evaporator. Ekstrak kemudian ditimbang dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel IV.1 berikut ini :
Tabel IV.1: Total ekstrak kemloko dari masing-masing pelarut
Pelarut Total ekstrak (g) % Ekstrak
Metanol 76,95 38,48
Air 25,01 12,50
n-heksan 1,52 0,76
Diklorometan 3,05 1,53
Etil Asetat 20,18 10,09
Analisis Kualitatif Senyawa Fenolik dan Flavonoid
Pemeriksaan senyawa fenolik dan flavonoid dilakukan untuk mengetahui secara kualitatif keberadaan senyawa-senyawa tersebut dalam ekstrak buah kemloko. Hasil analisis kualitatif terhadap ekstrak buah kemloko dapat dilihat pada Tabel IV.2 berikut ini :
Tabel IV.2: Hasil uji kualitatif senyawa fenolik dan flavonoid terhadap ekstrak buah kemloko
Ekstrak Fenolat Flavonoid
A (ekstrak metanol) + +
B (ekstrak n-heksan) - -
C (ekstrak diklorometan) - -
D (ekstrak etil asetat) + +
E (ekstrak air) + +
Ekstrak Fenolik Flavonoid
E1 + +
E2 + +
E3 - -
E4 - -
E5 + +
Hasil uji kualitatif ekstrak buah kemloko tersebut menunjukkan bahwa senyawa-senyawa fenolik dan flavonoid hanya terdapat pada fraksi yang bersifat semipolar sampai polar. Diduga fraksi non polar hanya berisi senyawa dari golongan steroid. Hasil uji kualitatif ini yang menjadi acuan analisis kuantitatif selanjutnya.
Analisis Kuantiatif Senyawa Fenolik Total
Kurva Kalibrasi Asam Galat
Asam galat digunakan sebagai pembanding karena asam galat memiliki stuktur yang mewakili hanpir seluruh senyawa-senyawa fenolik yang terdapat dalam tumbuhan pada umumnya. Struktur asam galat terdiri dari cincin karboaromatik yang tersubstitusi oleh gugus hidroksil dan gugus karboksilat. Hal ini sesuai dengan deskripsi Achmad (1986) yang menyatakan bahwa senyawa fenolik merupakan senyawa-senyawa dengan cincin karboaromatik yang lazimnya tersubstitusi oleh satu atau lebih gugus hidroksil atau gugus lain yang ekivalen ditinjau dari segi biogenetik. Struktur asam galat dapat dilihat pada Gambar II.1. Selain itu, asam galat memiliki gugus kromofor yang dapat menyerap radiasi sinar pada saat analisis mengunakan spektrofotometer UV-Vis. Gugus kromofor yang terdapat pada asam galat, yang juga terdapat pada hampir semua senyawa fenolik buah kemloko, antara lain adalah ikatan rangkap terkonjugasi, gugus karbonil dan juga gugus hidroksil.
Telah dibuat kurva kalibrasi asam galat sebagai pembanding ekivalen senyawa fenolik total yang terdapat pada sampel buah kemloko. Pembuatan kurva kalibrasi ini berguna untuk membantu menentukan kadar senyawa fenolik dalam sampel buah kemloko melalui persamaan regresi yang didapatkan. Kurva kalibrasi asam galat dapat dilihat Gambar IV.1 berikut ini :
Gambar IV.1. Kurva kalibrasi asam galat dengan reagen Folin-Ciocalteu pada panjang gelombang 765 nm
Dari analisis terhadap larutan asam galat didapatkan kurva kalibrasi dengan persamaan regresi Y = 0,001x + 0,016 dan harga koefisien korelasi (R2) yaitu 0,992. Persamaan regresi menyatakan hubungan matematis antara konsentrasi asam galat dan absorbansinya pada pengukuran menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Sedangkan harga koefisien korelasi (R2) menyatakan keeratan hubungan/korelasi antara konsentrasi (sumbu x) dan absorbansi (sumbu y). Harga R2 yang mendekati angka 1 menyatakan bahwa persamaan regresi tersebut adalah linier dan konsentrasi mempengaruhi absorbansi sebesar 99% (Andayani dkk. (2008) dan Rohman dkk. (2005)).
Penentuan Kandungan Senyawa Fenolik Total
Senyawa-senyawa fenolik telah terbukti banyak memberikan kontribusi terhadap aktivitas antioksidan suatu sampel tanaman (Kumar dkk. (2006) dalam Liu dkk. (2008)). Total kandungan senyawa fenolik pada masing-masing fraksi ditentukan berdasarkan persamaan regresi yang didapatkan pada kurva kalibrasi asam galat. Hasil analisis total kandungan senyawa fenolik ditunjukkan sebagai mg ekivalen asam galat/gram sampel kering.
Tabel IV.3: Hasil penentuan kadar senyawa fenolik total dalam buah kemloko
Ekstrak Absorbansi (x) Konsentrasi Asam Galat (y) Kadar Fenolik Total (mg asam galat/gram sampel kering)
E1 (pengenceran 50x) 0,859 843 mg/L 135,16
E2 (pengenceran 50x) 0,638 622 mg/L 13,69
E5 (pengenceran 500x) 0,383 367 mg/L 44,09
Ekstrak metanol mempunyai total kandungan senyawa fenolik yang paling tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sampel buah kemloko memiliki banyak senyawa-senyawa fenolik yang bersifat polar. Dalam penelitian yang dilakukan Liu dkk. (2008), diketahui bahwa ekstrak etil asetat buah kemloko Huizhou, Prov. Guangdong, Cina yang memiliki total kandungan senyawa fenolik terbesar, yaitu sebesar 439,9 mg asam galat/gram sempel kering. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan lokasi tumbuhnya tanaman. Perbedaan lingkungan baik dari kandungan usur dalam tanah maupun iklim dapat mempengaruhi kandungan senyawa dalam tumbuhan.
Pada tabel tidak dicantumkan total kandungan senyawa fenolik pada ekstrak n-heksan dan DCM. Hal ini disebabkan tidak dapat bercampurnya ekstrak dengan aquades pada saat pengujian dengan metode Folin- Ciocalteu. Pembacaan absorbansi terhadap larutan yang tidak homogen tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan keakuratannya, sehingga tidak dicantumkan pada Tabel IV.3.
Analisis Kuantiatif Senyawa Flavonoid Total
Kurva Kalibrasi Quercetin
Quercetin digunakan sebagai standar dalam penentuan total flavonoid. Senyawa ini dipilih sebagai standar karena memiliki struktur yang mewakili struktur-struktur senyawa flavonoid lain yang terdapat pada buah kemloko. Struktur kimia quercetin dapat dilihat pada Gambar II.1. Quercetin memiliki dua cincin benzen yang terikat pada rantai propan dan dihubungkan denan jembatan oksigen. Struktur seperti inilah yang dimiliki sebagian besar senyawa flavonoid pada buah kemloko.
Pembuatan kurva kalibrasi quercetin mempunyai fungsi yang serupa dengan kurva kalibrasi asam galat pada penentuan total fenolik. Kurva ini berguna untuk membantu menentukan kadar senyawa flavonoid dalam sampel buah kemloko melalui persamaan regresi yang didapatkan.
Gambar IV.2 Kurva kalibrasi quercetin dengan reagen NaNO2, AlCl3 dan NaOH pada panjang gelombang 510 nm
Penentuan Kandungan Senyawa Flavonoid Total
Aktivitas antioksidan buah kemloko diduga disebabkan oleh keberadaan senyawa-senyawa flavonoid di dalamnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan pemeriksaan total flavonoid pada buah kemloko. Total kandungan senyawa flavonoid pada masing-masing fraksi ditentukan berdasarkan persamaan regresi yang didapatkan pada kurva kalibrasi quercetin. Hasil analisis total kandungan senyawa flavonoid ditunjukkan sebagai mg ekivalen quercetin/gram sampel kering.
Tabel IV.4: Hasil penentuan kadar senyawa flavonoid total dalam buah kemloko
Ekstrak Absorbansi (x) Konsentrasi Quercetin (y) Kadar Flavonoid Total (mg quercetin/gram sampel kering)
E1 (pengenceran 25x) 0,296 963,33 mg/L 75,35
E2 (pengenceran 25x) 0,242 783,33 mg/L 8,37
E5 (pengenceran 125x) 0,224 723,33 mg/L 19,61
Penentuan Aktivitas Antioksidan
DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrasil) merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering digunakan menngevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau ekstrak bahan alam (Green (2004) dan Gurav dkk. (2007)). Warna larutan DPPH dalam metanol adalah ungu tua, warna ini dapat berkurang kepekatannya atau berubah menjadi kuning pucat apabila larutan bereaksi dengan senyawa lain yang dapat mendonorkan proton. Penambahan proton pada struktur radikal DPPH akan menyebabkan terjadinya reduksi membentuk DPPH non radikal. Berkurangnya intensitas warna tersebut ditandai dengan menurunnya absorbansi sperktrofotometer pada panjang gelombang 515 nm (Molyneux, 2004). Reaksi peredaman radikal DPPH dapat dilihat pada Gambar II.2.
Penentuan aktivitas antioksidan dilakukan terhadap E1, E2 dan E5 karena hanya ketiga ekstrak tersebut yang diujikan total fenolik dan flavonoidnya. Aktivitas antioksidan merupakan kemampuan suatau senyawa atau ekstrak untuk menghambat reaksi oksidasi yang dapat dinyatakan dengan persen penghambatan atau persen inhibisi. Parameter yang digunakan untuk menunjukkan aktivitas antioksidan adalah harga konsentrasi efisien atau Efficient Concertation (EC50) atau Inhibition Concertation (IC50) yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan yang menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat antioksidan yang menberikan presentase pengahambatan sebesar 50%. Zat yang mempunyai aktivitas antioksidan tinggi memiliki harga EC50 atau IC50 yang rendah.
Tabel IV.5 Aktivitas Antioksidan Ekstrak Buah Kemloko, BHT dan Quercetin
Sampel Nilai IC50 (mg/L)
E1 120,90
E2 98,09
E5 56,45
BHT 37,09
Quercetin 24,94
Hasil uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH menunjukkan hasil bahwa ekstrak etil asetat mempunyai aktivitas antioksidan yang paling tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Liu dkk. (2008) terhadap sampel buah kemloko dari Cina. Secara keseluruhan aktivitas peredaman radikal bebas DPPH ekstrak buah kemloko masih di bawah aktivitas antioksidan sintesis BHT dan quercetin. Hal ini karena ekstrak buah kemloko bukan merupakan senyawa murni sehingga kemungkinan mengandung senyawa-senyawa lain yang tidak memiliki aktivitas antioksidan.
Aktivitas peredaman radikal bebas DPPH ekstrak buah kemloko ditentukan oleh senyawa antioksidan yang terdapat di dalamnya yaitu vitamin C (Khurdiya dan Jain, 2004) serta senyawa fenolik seperti quercetin, asam galat dan kaempferol (Lui dkk., 2007). Ekstrak air cenderung memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi daripada ekstrak metanol. Hal ini disebabkan karena kandungan vitamin C buah kemloko yang tinggi yaitu sebesar 478,56 mg/100 ml (Khurdiya dan Jain, 2004). Vitamin C merupakan antioksidan yang larut dalam air sehingga cenderung terpartisi ke dalam air daripada dalam metanol.
Aktivitas peredaman radikal DPPH ekstrak etil asetat lebih besar daripada ekstrak metanol dan air. Hal ini disebabkan karena buah kemloko memiliki senyawa-senyawa fenolik/flavonoid yang menurut Lui dkk. (2007) memiliki peran penting dalam peredaman radikal DPPH. Senyawa-senyawa ini sebagian besar bersifat semipolar sehingga cenderung terpartisi ke dalam etil asetat.
Hubungan Aktivitas Antioksidan dengan Senyawa Fenolik dan Flavonoid
Hubungan antara IC50 (y) dan kandungan total fenolik buah kemloko (x) mempunyai koefisien korelasi r2 = 0,354 (y = 0,307x + 72,03). Hasil ini menunjukkan kemungkinan 35% aktivitas antioksidan buah kemloko dipengaruhi oleh senyawa fenolik. Aktivitas antioksidan oleh senyawa fenolik sangat dipengaruhi oleh gugus redoks yang memungkinkan senyawa tersebut berperan sebagai agen pereduksi, pendonor hidrogen dan peredam atom oksigen radikal (Kahkonen, 1999). Dapat pula disimpulkan bahwa aktivitas antioksidan buah kemloko tidak hanya dipengaruhi oleh senyawa fenolik melainkan senyawa-senyawa lain seperti asam askorbat yang banyak terkandung di dalamnya. Menurut Scartezzini (2006), asam askorbat dalam buah kemloko memiliki aktivitas antioksidan sekitar 45-70%.
Gambar IV.3 Hubungan linier antara aktivitas antioksidan (IC50) dan kandungan total fenolik buah kemloko (Phyllanthus emblica L.)
Sedangkan hubungan antara IC50 (y) dan kandungan total flavonoid buah kemloko (x) mempunyai koefisien korelasi r2 = 0,437 (y = 0,602x + 71,05). Hasil ini menunjukkan kemungkinan 44% aktivitas antioksidan buah kemloko dipengaruhi oleh senyawa flavonoid dan tidak terbatas pada senyawa flavonoid saja.
Gambar IV.4 Hubungan linier antara aktivitas antioksidan (IC50) dan kandungan total flavonoid buah kemloko (Phyllanthus emblica L.)
Daftar Pustaka
Achmad, S.A., 1986, Kimia Organik Bahan Alam, Universitas Terbuka, Depdikbud, Jakarta.
Andayani, R., Lisawati, Y., dan Maimunah, 2008, Penentuan Aktivitas Antioksidan, Kadar Fenolat Total dan Likopen pada Buah Tomat, Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, 13, 1-9.
Barthakur, N.N., dan Arnold, N.P., 1991, Chemical Analysis of Emblic (Phyllanthus emblica L.) and its Potensial as a Food Source, Scientia Horticulturae, 47, 99-105.
Carbanaro, M., Mattera, M., Nicoli, S., Bergano, P., Cappeloni, M., 2002, Modulation of Antioxidant Compounds in Organic vs Conventional Fruit (Peach, Prunus Persia L., and Pear, Pyrus communis L.), J. Agric. Food Chem., 50, 5458-5462.
Denisov, E.T., Khudyakov, I., 1987, Mechanism of action and reactivities of free radicals of inhibitors, Chem. Rev, 87, 1313-1357.
El-Desouky, S.K., Ryu, S.Y., dan Kim, Y.K., 2008, A New Citotoxic Acylated Apigenin Glucoside from Phyllanthus emblica L., Nat. Prod. Res., 22, 91-95.
Fessenden, R.J., dan Fessenden, J.S., 1992, Kimia Organik, jilid 2, edisi 3, a.b. Aloysius Pudjaatmaka, Erlangga, Jakarta, hlm. 14-16.
Floridi, S., Montanari, L., Ombretta, M., Fantozzi, P., 2003, Determination of Free Phenolic Acid in Wort and Beer by ColometricArray Detection, J. Agric. Food Chem., 51, 1548-1554.
Gurav, S., Deshnkar, N., Gulkari, V., Duragkar, N., dan Patil, A., 2007, Free Radical Scavenging Activity of Polygala chinensis Linn, Pharmacologyomline, 2, 245-253.
Hanani, E., Mun’im, A., dan Sekarini, R., 2005, Identifikasi Senyawa Antioksidan dalam Spons Callyspongia sp. dari Kepulauan Seribu, Majalah Ilmu Kefarmasian, 2, 127-133.
Harborne, J.B, 1987, Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan, a.b. : Kosasih Padmawinata, ITB, Bandung.
Huang, D., Ou, B., dan Prior, R.L., 2005, The Chemistry behind Antioxidant Capacity Assays, J. Agric. Food Chem., 53, 1841-1856.
Ingold, K.U., 1961, Inhibition of autoxidation of organic substances in liquid phase, Chem Rev., 61, 563-584.
Kahkonen, M.P., Hopia, A.I., Vuorela, H.J., Pihlaja, K., Kujala, T.S., dan Heinonen, M., 1999, Antioxidant activity of extracts containing phenolic compounds, J. Agric. Food Chem., 47, 3954-3962.
Khan, K.H, 2009, Roles of Emblica officinalis in Medicine – A Review, Botany Research Internasional ,2, 218-228.
Khurdiya, D.S., dan Jain S.K., 2004, Vitamin C enrichment of fruit juice based ready-to-serve beverages through blending in Indian gooseberry (Emblica officinalis Gaertn.) juice, Plant Foods Hum. Nutr., 59, 63-66.
Kumaran, A., dan Karunakaran, R.J., 2006, Nitric oxide radical scavenging active component from Phyllanthus emblica L., Plant Foods Hum Nutr., 61, 1-5.
Liu, X., Cui, C., Zhao, M., Wang, J., Luo, W., Yang, B., dan Jiang, Y., 2008, Identification of phenolics in the fruit of emblica (Phyllanthus emblica L.) and their antioxidant activities, J. Foods Chem., 109, 909-915.
Liu, X.,Zhao, M., Wang, J., Yang, B., dan Jiang, Y., 2008, Antioxidant Activity of Methanolic Extract of Emblica Fruit (Phyllanthus emblica L.) from six regions in China, J. Food Composition and Analysis, 21, 219-228.
Mabry, T.J., Markham, K.R., dan Thomas, M.B., 1970, The systematic Identification of Flavonoid, Springer-Verlag, New York.
Marinova, D., Ribarova, R., dan Atanassov, M., 2005, Total Phenolics and Total Flavonoids in Bulgarian Fruits and Vegetables, Journal of The University of Chemical Technology and Metallurgy, 40, 255-260.
Merriam dan Webster, 2002, Webster’s Third New International Dictionary, Unabridged, http://unabridged.merriam-webster.com.
Molyneux, P., 2004, The use of the stable free radical diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) for estimating antioxidant activity, J. Sci. Technol., 26, 211-219.
Orak, H.H, 2006, Total Antioxidant Activities, Phenolic, Anthocyanins, Polyphenoloxidase Activities In Red Grape Varieties, Electronic Journal of Polish Agricultural University Food Science and Technology, 9,
Prakash, A., 2001, Antioxidant Activity Medallion Laboratories : Analithycal Progress, 19, 1-4.
Ramamoorty, P.K., dan Bono, A., 2007. Antioxidant Activity, Total Phenolic and Flavonoid Content of Morinda citrifolia Fruit Extracts from Various Extraction Processes, Journal of Engineering Science and Technology, 2, 70-80.
Rohman, A., Riyanto, S., dan Utari, D., 2006, Aktivitas Antioksidan, Kandungan Fenolat Total, dan Kandungan Flavonoid Total Ekstrak Etil Asetat Buah Mengkudu serta Fraksi-Fraksinya, Majalah Farmasi Indonesia, 17, 137-138.
Scartezzini, P., Antognoni, F., Raggi, M.A., Poli, F., dan Sabbioni, C., 2006, Vitamin C content and antioxidant activity of the fruit and of the Ayurvedic preparation of Emblica officinalis Gaertn, J. Ethnopharmacol., 104, 113-118.
Srikumar, R., Parthasarathy, N.J., Manikandan, S., Narayan, G.S., dan Sheela, D.R., 2006, Effect of Triphala on oxidative stress and on cell-mediated immune response against noise stress in rats. Mol. Cell Biochem., 283, 67-74.
Summanen, J.O., 1999, A Chemical and Ethnopharmalogical Study on Phyllanthus emblica (Euphorbiaceae), Division of Pharmacognosy, University of Helsinki Department of Pharmacy.
SNI 01-2891-1992 : Cara Uji Makanan dan Minuman.
SNI 01-3709-1995 : Rempah-rempah Bubuk.
Utami, S., Kasela, S., dan Hanafi, M., 2006, Efek Peredaman Radikal Bebas 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH) dan Uji Toksisitas Pendahuluan terhadap Larva Udang Artemia salina Leach dari Ekstrak Aseton Daging Buah Sesoot (Garcinia picrorrhiza MIQ), Jurnal Kedokteran Yarsi, 14, 171-176.
Waterhouse, A., 1999, Folin – Ciocalteau Micro Method For Total Phenol In Wine, Department of Viticulture & Enology University of California, Davis, 152-178.
Zhang, L.Z., Zhao, W.H., Guo, Y.J., Tu, G.Z., Lin, S., dan Xin, L.G., 2003, Studies on Chemical Constituens in Fruits of Tibetian Medicine Phyllanthus emblica, Zhongguo Zhong Yao Za Zhi, 28, 940-943.
Minggu, 10 Oktober 2010
Technique Allows Researchers to Examine How Materials Bond at the Atomic Level
ScienceDaily (Oct. 7, 2010) — An approach pioneered by researchers at North Carolina State University gives scientists new insight into the way silicon bonds with other materials at the atomic level. This technique could lead to improved understanding of and control over bond formation at the atomic level, and opportunities for the creation of new devices and more efficient microchips.
Manufacturers build silicon-based devices from layers of different materials. Bonds -- the chemical interaction between adjacent atoms -- are what give materials their distinctive characteristics. "Essentially, a bond is the glue that holds two atoms together, and it is this glue that determines material properties, like hardness and transparency," says Dr. Kenan Gundogdu, assistant professor of physics at NC State and co-author of the research. "Bonds are formed as materials come together. We have influenced the assembly process of silicon crystals by applying strain during bond formation. Manufacturers know that strain makes a difference in how bonds form, but up to now there hasn't been much understanding of how this works on the atomic level."
Gundogdu, along with Dr. David Aspnes, Distinguished University Professor of Physics, and doctoral candidate Bilal Gokce, used optical spectroscopy along with a method of analysis pioneered by Aspnes and former graduate student Dr. Eric Adles that allowed them to examine what was happening on the atomic scale when strain was applied to a silicon crystal.
"Strain has been used to affect overall chemistry for a long time," Aspnes says. "However, no one has previously observed differences in chemical behavior of individual bonds as a result of applying strain in one direction. Now that we can see what is actually happening, we'll gain a much better understanding of its impact on the atomic scale, and ideally be able to put it to use."
According to Gundogdu, "Application of even small amount of strain in one direction increases the chemical reactivity of bonds in certain direction, which in turn causes structural changes. Up to now, strain has been applied when devices are made. But by looking at the effect on the individual atomic bonds we now know that we can influence chemical reactions in a particular direction, which in principle allows us to be more selective in the manufacturing process."
The research appears online in the Sept. 27 Proceedings of the National Academy of Sciences.
"While we are able to exert some directional control over reaction rates, there remains much that we still don't understand," Aspnes adds. "Continuing research will allow us to identify the relevant hidden variables, and silicon-based devices may become more efficient as a result."
The Department of Physics is part of NC State's College of Physical and Mathematical Sciences.
ScienceDaily (Oct. 7, 2010) — An approach pioneered by researchers at North Carolina State University gives scientists new insight into the way silicon bonds with other materials at the atomic level. This technique could lead to improved understanding of and control over bond formation at the atomic level, and opportunities for the creation of new devices and more efficient microchips.
Manufacturers build silicon-based devices from layers of different materials. Bonds -- the chemical interaction between adjacent atoms -- are what give materials their distinctive characteristics. "Essentially, a bond is the glue that holds two atoms together, and it is this glue that determines material properties, like hardness and transparency," says Dr. Kenan Gundogdu, assistant professor of physics at NC State and co-author of the research. "Bonds are formed as materials come together. We have influenced the assembly process of silicon crystals by applying strain during bond formation. Manufacturers know that strain makes a difference in how bonds form, but up to now there hasn't been much understanding of how this works on the atomic level."
Gundogdu, along with Dr. David Aspnes, Distinguished University Professor of Physics, and doctoral candidate Bilal Gokce, used optical spectroscopy along with a method of analysis pioneered by Aspnes and former graduate student Dr. Eric Adles that allowed them to examine what was happening on the atomic scale when strain was applied to a silicon crystal.
"Strain has been used to affect overall chemistry for a long time," Aspnes says. "However, no one has previously observed differences in chemical behavior of individual bonds as a result of applying strain in one direction. Now that we can see what is actually happening, we'll gain a much better understanding of its impact on the atomic scale, and ideally be able to put it to use."
According to Gundogdu, "Application of even small amount of strain in one direction increases the chemical reactivity of bonds in certain direction, which in turn causes structural changes. Up to now, strain has been applied when devices are made. But by looking at the effect on the individual atomic bonds we now know that we can influence chemical reactions in a particular direction, which in principle allows us to be more selective in the manufacturing process."
The research appears online in the Sept. 27 Proceedings of the National Academy of Sciences.
"While we are able to exert some directional control over reaction rates, there remains much that we still don't understand," Aspnes adds. "Continuing research will allow us to identify the relevant hidden variables, and silicon-based devices may become more efficient as a result."
The Department of Physics is part of NC State's College of Physical and Mathematical Sciences.
Chemists Simplify Biodiesel Conversion
ScienceDaily (Oct. 8, 2010) — As the United States seeks to lessen its reliance on foreign oil, biodiesel is expected to play a role. According to the National Renewable Energy Laboratory, a branch of the Department of Energy, biodiesel "represents a significant energy resource and could someday supply 3 percent to 5 percent of the distillate fuel market."
One major obstacle to achieving that goal is figuring how to efficiently convert the abundant stocks of waste vegetable oil (oil used after cooking French fries, for example) into biodiesel fuel. Current techniques take time, are costly and are inefficient. Worse, the conversion requires the toxic chemicals sulfuric acid and either potassium hydroxide or sodium hydroxide.
That's where Brown University chemist Jason Sello and postdoctoral researcher Aaron Socha come in. They write in the journal Organic & Biomolecular Chemistry that they were able to convert waste vegetable oil to biodiesel in a single reaction vessel using environmentally friendly catalysts. Their process is also six times faster than current methods for converting waste vegetable oil to biodiesel, so it consumes less energy.
"We wanted to develop an environmentally benign and technically simple way to convert waste vegetable oil into biodiesel," said Sello, assistant professor of chemistry. "The production of energy at the expense of the environment is untenable and should be avoided at all costs."
Waste vegetable oil is made up of triacylglycerols, free fatty acids, and water. The conventional way to convert waste vegetable oil into biodiesel requires two separate reactions. The first reaction turns the free fatty acids into biodiesel, but that conversion requires sulfuric acid. The second reaction converts the triacylglycerols into biodiesel, but that conversion requires sodium hydroxide or potassium hydroxide. Sodium hydroxide/potassium hydroxide and sulfuric acid are not compatible with each other, so the reactions must be carried out in separate vessels. That makes the process less efficient.
To find a better way, Sello and Socha went looking for catalysts that would be cheap, chemically stable and of limited toxicity. They settled on the metals bismuth triflate and scandium triflate, commonly used as catalysts in preparative organic chemistry. In addition, they performed the reactions using a microwave reactor instead of a conventional thermal heater. What they found was the new catalysts converted waste vegetable oil into biodiesel in about 20 minutes in the microwave reactor, whereas current reactions without catalysts using a conventional heater take two hours. While their microwave method needs a higher temperature to pull off the biodiesel conversion -- 150 degrees Celsius versus 60 degrees Celsius under current methods -- it uses less energy overall because the reaction time is much shorter.
The chemists also were able to perform the conversion in one reaction vessel, since the catalysts can promote both the reaction that converts free fatty acids into biodiesel and the reaction in which triacylgycerols are converted to biodiesel.
The team also reports that the catalysts in the free fatty acid conversion, which is the more challenging of the two reactions, could be recycled up to five times, while maintaining the capacity to promote a 97 percent reaction yield. The fact the catalysts can be recycled lowers their cost and environmental impact, the researchers said.
"While we have not yet proven the viability of our approach on an industrial scale," Sello said, "we have identified very promising catalysts and reaction conditions that could, in principle, be used for large-scale conversion of waste vegetable oil into biodiesel in an enviornmentally sensitive manner."
The research was funded by the National Science Foundation through a grant to Sello and an American Competitiveness in Chemistry award to Socha. Brown also supported the work through a R.B. Salomon award to Sello.
In a separate yet related paper, a team led by Brown chemistry professor Paul Williard has created a new technique to chart the progress of a reaction in which virgin oils are converted into biodiesel fuel.
The technique, called DOSY (for diffusion-ordered nuclear magnetic resonance spectroscopy), observes virgin oil molecules as they shrink in size and move faster in solution during the reaction. The reaction is complete when all of the molecules have been converted into smaller components known as fatty acid esters. These fatty acid esters are used as biodiesel fuel.
The results are published in the journal Energy & Fuels. The research was funded by the National Science Foundation. Contributing authors include Sello, Socha, Brown graduate students Gerald Kagan and Weibin Li, and lab technician Russell Hopson.
ScienceDaily (Oct. 8, 2010) — As the United States seeks to lessen its reliance on foreign oil, biodiesel is expected to play a role. According to the National Renewable Energy Laboratory, a branch of the Department of Energy, biodiesel "represents a significant energy resource and could someday supply 3 percent to 5 percent of the distillate fuel market."
One major obstacle to achieving that goal is figuring how to efficiently convert the abundant stocks of waste vegetable oil (oil used after cooking French fries, for example) into biodiesel fuel. Current techniques take time, are costly and are inefficient. Worse, the conversion requires the toxic chemicals sulfuric acid and either potassium hydroxide or sodium hydroxide.
That's where Brown University chemist Jason Sello and postdoctoral researcher Aaron Socha come in. They write in the journal Organic & Biomolecular Chemistry that they were able to convert waste vegetable oil to biodiesel in a single reaction vessel using environmentally friendly catalysts. Their process is also six times faster than current methods for converting waste vegetable oil to biodiesel, so it consumes less energy.
"We wanted to develop an environmentally benign and technically simple way to convert waste vegetable oil into biodiesel," said Sello, assistant professor of chemistry. "The production of energy at the expense of the environment is untenable and should be avoided at all costs."
Waste vegetable oil is made up of triacylglycerols, free fatty acids, and water. The conventional way to convert waste vegetable oil into biodiesel requires two separate reactions. The first reaction turns the free fatty acids into biodiesel, but that conversion requires sulfuric acid. The second reaction converts the triacylglycerols into biodiesel, but that conversion requires sodium hydroxide or potassium hydroxide. Sodium hydroxide/potassium hydroxide and sulfuric acid are not compatible with each other, so the reactions must be carried out in separate vessels. That makes the process less efficient.
To find a better way, Sello and Socha went looking for catalysts that would be cheap, chemically stable and of limited toxicity. They settled on the metals bismuth triflate and scandium triflate, commonly used as catalysts in preparative organic chemistry. In addition, they performed the reactions using a microwave reactor instead of a conventional thermal heater. What they found was the new catalysts converted waste vegetable oil into biodiesel in about 20 minutes in the microwave reactor, whereas current reactions without catalysts using a conventional heater take two hours. While their microwave method needs a higher temperature to pull off the biodiesel conversion -- 150 degrees Celsius versus 60 degrees Celsius under current methods -- it uses less energy overall because the reaction time is much shorter.
The chemists also were able to perform the conversion in one reaction vessel, since the catalysts can promote both the reaction that converts free fatty acids into biodiesel and the reaction in which triacylgycerols are converted to biodiesel.
The team also reports that the catalysts in the free fatty acid conversion, which is the more challenging of the two reactions, could be recycled up to five times, while maintaining the capacity to promote a 97 percent reaction yield. The fact the catalysts can be recycled lowers their cost and environmental impact, the researchers said.
"While we have not yet proven the viability of our approach on an industrial scale," Sello said, "we have identified very promising catalysts and reaction conditions that could, in principle, be used for large-scale conversion of waste vegetable oil into biodiesel in an enviornmentally sensitive manner."
The research was funded by the National Science Foundation through a grant to Sello and an American Competitiveness in Chemistry award to Socha. Brown also supported the work through a R.B. Salomon award to Sello.
In a separate yet related paper, a team led by Brown chemistry professor Paul Williard has created a new technique to chart the progress of a reaction in which virgin oils are converted into biodiesel fuel.
The technique, called DOSY (for diffusion-ordered nuclear magnetic resonance spectroscopy), observes virgin oil molecules as they shrink in size and move faster in solution during the reaction. The reaction is complete when all of the molecules have been converted into smaller components known as fatty acid esters. These fatty acid esters are used as biodiesel fuel.
The results are published in the journal Energy & Fuels. The research was funded by the National Science Foundation. Contributing authors include Sello, Socha, Brown graduate students Gerald Kagan and Weibin Li, and lab technician Russell Hopson.
Sabtu, 21 Agustus 2010
Rabu, 26 Mei 2010
i-step
PELATIHAN GRATIS!
i-STEP 2010
INTENSIVE-STUDENT TECHNOPRENEURSHIP PROGRAM 2010
Bergabunglah dengan poster_undangan_i-step_2010_800x600.jpgcalon-calon teknopreneur Indonesia yang siap melahirkan solusi-solusi teknologi dalam penyelesaian masalah nyata di masyarakat dalam pelatihan yang diselenggarakan oleh RAMP Indonesia pada:
26 Juli – 7 Agustus 2010
di Bogor
Pelatihan ini terbuka untuk mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang memiliki minat dalam pengembangan invensi dan inovasi dan/atau technopreneurship serta memiliki ide atau solusi teknologi untuk menyelesaikan permasalahan dalam bidang air, energi, kesehatan, pertanian dan keanekaragaman hayati.
Jadwal Seleksi Proposal & Pelatihan i-STEP:
1. Batas akhir pengiriman proposal : 18 Juni 2010
2. Pengumuman peserta : 5 – 7 Juli 2010
3. Pelaksanaan pelatihan : 26 Juli – 7 Agustus 2010
Dapatkan segera formulir dan panduan penyusunan proposal di:
1. Panitia One-STEP
2. Rektorat perguruan tinggi anda, atau
3. Download di website RAMP Indonesia
Klik link di bawah ini untuk mengunduh
Panduan Proposal i-STEP 2010
Formulir Proposal i-STEP 2010
Lembar Kesediaan i-STEP 2010
Gratis:
1. Biaya training dengan fasilitator para pakar dan praktisi terkemuka
2. Akomodasi selama training
3. Trasportasi selama training
4. Fasilitas pendanaan bagi peserta terpilih.
Kirimkan proposal anda ke:
Recognition and Mentoring Program – Institut Pertanian Bogor (RAMP-IPB)
Jl. Raya Pajajaran No. 1, Kampus IPB Baranangsiang, Pintu 3,
Bogor 16144, Jawa Barat
Tlp/fax : 0251-8317386
E-mail :
lramp@ipb.ac.id
rampipb@yahoo.com
Website: www.ramp-indonesia.org
Mei 21, 2010
Kategori: Uncategorized . . Penulis: risetbisnisundip . Komentar: Tinggalkan sebuah Komentar
i-STEP 2010
INTENSIVE-STUDENT TECHNOPRENEURSHIP PROGRAM 2010
Bergabunglah dengan poster_undangan_i-step_2010_800x600.jpgcalon-calon teknopreneur Indonesia yang siap melahirkan solusi-solusi teknologi dalam penyelesaian masalah nyata di masyarakat dalam pelatihan yang diselenggarakan oleh RAMP Indonesia pada:
26 Juli – 7 Agustus 2010
di Bogor
Pelatihan ini terbuka untuk mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang memiliki minat dalam pengembangan invensi dan inovasi dan/atau technopreneurship serta memiliki ide atau solusi teknologi untuk menyelesaikan permasalahan dalam bidang air, energi, kesehatan, pertanian dan keanekaragaman hayati.
Jadwal Seleksi Proposal & Pelatihan i-STEP:
1. Batas akhir pengiriman proposal : 18 Juni 2010
2. Pengumuman peserta : 5 – 7 Juli 2010
3. Pelaksanaan pelatihan : 26 Juli – 7 Agustus 2010
Dapatkan segera formulir dan panduan penyusunan proposal di:
1. Panitia One-STEP
2. Rektorat perguruan tinggi anda, atau
3. Download di website RAMP Indonesia
Klik link di bawah ini untuk mengunduh
Panduan Proposal i-STEP 2010
Formulir Proposal i-STEP 2010
Lembar Kesediaan i-STEP 2010
Gratis:
1. Biaya training dengan fasilitator para pakar dan praktisi terkemuka
2. Akomodasi selama training
3. Trasportasi selama training
4. Fasilitas pendanaan bagi peserta terpilih.
Kirimkan proposal anda ke:
Recognition and Mentoring Program – Institut Pertanian Bogor (RAMP-IPB)
Jl. Raya Pajajaran No. 1, Kampus IPB Baranangsiang, Pintu 3,
Bogor 16144, Jawa Barat
Tlp/fax : 0251-8317386
E-mail :
lramp@ipb.ac.id
rampipb@yahoo.com
Website: www.ramp-indonesia.org
Mei 21, 2010
Kategori: Uncategorized . . Penulis: risetbisnisundip . Komentar: Tinggalkan sebuah Komentar
Langganan:
Komentar (Atom)